Makalah Keperawatan Anak Dengan Meningitis





BAB I
KONSEP DASAR

A.      Definisi Meningitis
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada selapt otak (araknoidea dan piamater)

B.       Penyebab
Penyebab meningitis adalah mikroorganisme yang tidak spesifik (satu jenis tertentu seperti penyakit typus). Mikoorganisme yang sering menyebabkan adalah:
1.    Pneumokokus
2.    Hamofilus influenzae
3.    Stapilokokus
4.    Streptokokus
5.    Escherichia coli
6.    Meningokokus
7.    Salmonella
Bakteri tersebut diatas dikenal sangan toksik karena dapat mengakibatkan jaringan cepat rusak dan menghasilkan pustula sehingga sering disebut penykitnya dengan meningitis purulenta.
Biasanya nikroorganisme tersebut diatas sampai menginfeksi otak setelah didahului infeksi pada penyakit lain seperti bronkitis, tonsilitis, pneumonia. Perpindahan tersebut yang terbanyak melalui sistem hematogen



C.    Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering muncul pada anak dengan meningitis antara lain:
1.      Pada fase akut gejala yang muncul antara lain:
a.    Lesu
b.    Mudah terangsang
c.    Hipertermia
d.   Anoreksia
e.    Sakit kepala
2.      Peningkatan tekanan intrakranial. Tanda-tanda terjadinya tekanan intrakranial:
a.    Penurunan kesadaran
b.    Muntah yang sering proyektil (menyembur)
c.    Tangisan yang merintih
d.   Sakit kepala
3.      Kejang baik secara umum maupun lokal
4.      Kelumpuhan ektremitas (paresis atau paralisis)
5.      Gangguan frekuensi dan irama pernafasan (cepat dan irama kadang dangkal dan kadang dalam)
6.      Munculnya tanda-tanda rangsangan seperti: kaku kuduk, regiditas umum, refleks kening dan brudzinky positif.

D.    Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada anak dengan meningitis antara lain :
1.      Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural ). Cairan ini muncul karena adanya desakan pada intrakranial yag menigkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural
2.      Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis ). Abses pada meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler
3.      Hidrosepalus. Peradangan pada menigen dapat merangsang kenaikan produksi liquor cerebro spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut benyak tertahan di intrakranial
4.      Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
5.      Epilepsi
6.      Retardasi mental. Retardasi mntal kemungkinan terajdi karena pengobatan yang tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.

E.       Pemeriksaan diagnostik/Penunjang
1.    Pemeriksaan Laboratorium
a.    Pungsi lumbal
1)    Warna mengabur sampai keruh (tergantung sifat eksudat)
2)     Tekanan cairan serebrospinal meningkat
3)    Jumlah sel meningkat (100- 60.000) pada kausa bakteri didominasi oleh sel polimorfonuklear).
4)    Reaksi pandi (+), Nonne- Apelt (+).
5)    Protein meningkat : 35 mg%
6)    Kadar gula turun: 40 mg% (bisa sampai 0 ). Kadar  gula CSS. Normal = separo kadar gula darah).
7)    Kultur : bila prosedur baik 90% biakan positif.
Khusus untuk meningitis tuberkulosis kultur dilakukan 2 kali yaitu setelah 3-4 hari pengobatan dilakukan oleh kultur ulangan hasil positif sulit diperoleh.
b.    Darah
1)   AL normal atau meningkat tergantung etiologi.
2)   Hitung jenis didominasi sel polimorfonuklear atau limfosit
3)   Kultur 80-90% , untuk TBC 2% (+).
c.    Pemeriksaan lengkap
1)   CRP darah dan cairan  serebrospinalis
2)   Peningkatan kadar laktat cairan cerebrospinalis
3)   Penurunan pH cairan cerebrospinalis
4)   LDH, CPK, GOT.
5)   Khusus kausa TBC :
a)    Kurasan lambung.
b)   Takahashi, PAP,Imuzim.
c)    Uji PPD, BCG, Ro Thorax
d)   CT scan kepala (kalau ada indikasi khusus sepeerti hidrosephalus)
e)    Funduskopi untuk melihat tuberkel di retina.
2.    Radiologi
a.    CT Scan/MRI : melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik
b.    Rontgent kepala : mengindikasikan infeksi intrakranial

F.       Diagnosis/kriteria diagnosis
Diagnostik meningitis tidak dapat dibuat berdasarakan gejala klinis. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan cairan serebrospinal melalui lumbal pungsi. Cairan serebrospinal biasanya mengalami peningkatan, umumnya berwarna opalesen sampai keruh, reaksi nonne dan pandy akan positif. Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis, serta menentukkan kadar glukosa dan protein. Kultur pewarnaan gram dibutuhkan untuk menentukkan kuman penyebab.

G.      Pencegahan
Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus atau bakteri penyebab meningitis. Ajarilah anak-anak dan orang-orang sekitar untuk selalu cuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah dari kamar mandi. Usahakan pula untuk tidak berbagi makanan, minuman atau alat makan, untuk membantu mencegah penyebaran virus. Selain itu lengkapi juga imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin seperti HiB, MMR, dan IPD. ( Japardi, Iskandar., 2002 ) .Pada orang dewasa, vaksin mengingokokus yang telah diijinkan di Amerika Serikat dapat diggunakan sebagai pencegahan. Vaksin ini mencakup polisakarida grup A,C, W135 dan Y




.


BAB II
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Pengkajian
1.  Aktivitas / istirahat ;
Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
2.  Sirkulasi ;
Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
3.  Makanan / cairan :
Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering
4.  Higiene
Tidak mampu merawat diri.
5.  Neurosensori ;
Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki
6.  Nyeri / kenyamanan :
Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh.
7.  Pernafasan :
Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah.
8.  Keamanan :
Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.
9.  Penyuluhan / pembelajaran :
Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus.

B.       Diagnosa Keperawatan
1.    Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peradangan dan edema pada selaput otak.
2.    Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran, akumulasi sekret.
3.    Nyeri akut berhubungan dengan iritasi meningen.
4.    Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan.
5.    Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot.
6.    Gangguan persepsi sensori olfaktori berhubungan dengan transmisi dan/ integrasi ( defisit neurologis).
7.    Kurang perawatan diri mandi berhubungan dengan kelemahan fisik.
8.    Ansietas berhubungan dengan  krisis situasi, ancaman kematian.

C.      Intervensi
1.  Diagnosa keperawatan : Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peradangan dan edema pada selaput otak
a.      Tujuan
1)      Mempertahankan tingkat kesadaran.
2)      Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil.
3)      Mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif
b.      Intervensi
1)      Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.
2)      Pantau / catat status neurologis  setiap 5-30 menit dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
3)      Monitot tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial selama perjalanan penyakit ( nadi lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, nafas irreguler, refleks pupil menurun, kelemahan ).
4)      Anjurkan klien untuk menghembuskan nafas dalam apabila miring dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut.
5)      Waktu prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periode relaksasi, hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu.
6)      Beri penjelasan kepada klien mengenai keadaan lingkungan sekitar.
c.       Rasional
1)      Perubahan tekanan intrakranial mungkin merupakan adanya resiko herniasis batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
2)      Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam mentukan lokasi, penyebaran / luas dan perkembangan dari kerusakan serebral.
3)      Mendeteksi tanda-tanda syok yang harus dilaporkan kepada dokter sebagai intervensi awal.
4)      Mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial.
5)      Mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
6)      Mengurangi disorientasi dan klarifikasi sensorik yang terganggu.
7)      Menurunkan tekanan intrakranial.


2.  Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran, akumulasi sekret.
a.      Tujuan
1)   Melaporkan tidak mengalami sesak.
2)   Frekuensi pernafasan 16-20 x/ menit.
3)   Tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
4)   Ronchi (-/-)
5)   Mengi (-/-)
6)   Mendemontrasikan cara batuk efektif.
b.      Intervensi
1)   Kaji ulang fungsi paru, adanya nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot tambahan. Perhatikan warna dan kekentalan sputum.
2)   Ajarkan cara batuk efektif.
3)   Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada.
4)   Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2.500 ml/hari.
5)   Lakukan penghisapan lendir di jalan nafas.
c.       Rasional
1)   Memantau dan mengaatsi komplikasi potensial. Pengkajian fungsi pernafasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelamahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat.
2)   Klien berada pada risiko tinggi apabila tidak dapat melakukan batuk efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal nafas akut.
3)   Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif.
4)   Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh.
Penghisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi bersih.
3.  Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubungan dengan iritasi meningen
a.      Tujuan
1)   Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri.
2)   Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
3)   Wajah klien tampak rileks.
b.      Intervensi
1)   Kaji ulang nyeri klien (PQRST)
2)   Usakan menciptakan lingkungan yang aman dan tenang.
3)   Lakukan metode penatalaksanaan nyeri : relaksasi progresif, distraksi, dan nafas dalam.
4)   Lakukan latihan gerak aktif dan pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati.
5)   Kolaborasi: berikan analgetik sesuai indikasi.
c.       Rasional
1)   Memantau dan memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan indikator dalam melakukn intervensi selanjutnya.
2)   Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat.
3)   Membantu menurunkan stimulasi sensasi nyeri.
4)   Membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/ rasa tidak nyaman.
5)   Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga menyulitkan pengkajian.
4.  Diagnosa keperawatan: Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan.
1)   Tujuan
2)   Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 °C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100-120 mmHg.
3)   Tidak terdapat kemerahan pada kulit.
b.      Intevensi
1)   Kaji ulang suhu tubuh klien.
2)   Berikan kompres hangat.
3)   Berikan/ anjurkan pasien untuk banyak minum 1.500-2.000 cc/ hari ( sesuai yang ditoleransi ).
4)   Anjurkan  pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat.
5)   Observasi intake dan output , tanda-tanda vital ( suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah ) setiap 3 jam atau sesuai indikasi.
6)   Kolaborasi: pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai  indikasi.
c.       Rasional
1)   Memantau dan memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan indikator dalam melakukn intervensi selanjutnya.
2)   Mengurangi panas dengan memindahkan panas secara konduksi. Air hangat dapat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
3)   Mengganti cairan tubuh yag hilang akibat evaporasi.
4)   Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
5)   Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
5.  Diagnosa keperawatan: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot.
a.      Tujuan
1)   Skala ketergantungan meningkat menjdi bantuan minimal.
2)   Tidak terjadi kontraktur.
b.      Intervensi
1)   Tinjau kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi.
2)   Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat ketergantungan.
3)   Berikan perubahan yang teratur pada klien.
4)   Pertahankan kesejajaran tubuh yang adekuat.
5)   Berikan latihan ROM pasif jika sudah bebas panas dan kejang.
c.       Rasional
1)   Mengudentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan pilihn intervensi.
2)   Tingkat ketergantungan minimal , memerlukan bantuan sebagian, dan memerlukan bentuan penuh atau total karena berisiko pada klien sehingga memerlukan pengawasan yang khusus dari petugas.
3)   Perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat badan secara menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus.
4)   Mempercepat pengembalian funsi tubuh.
5)   Mencegah terjadinya kontraktur atau fotdrop.
6.  Diagnosa keperawatan: Gangguan persepsi sensori olfaktori berhubungan dengan transmisi dan/ atau integrasi ( defisit neurologis)
a.      Tujuan
1)   Melakukan kembali/ mempertahankan tingakat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
2)   Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu.
3)   Mendemostrasikan perubahan perilaku/ gaya hidup untuk mengkompensasi / defisit hasil
b.      Intervensi
1)   Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, sensorik dan roses pikir.
2)   Kaji kesadaran sesnsorik seperti respon sentuhan, panas atau dingi, benda tajam atau tumpul dan kesadran akan gerakan serta gerak tubuh.
3)   Catat adanya perubahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti memusatkan kedua mata dengan mengikuti instruksi verbal yang sederhana dengan jawaban ya atau tidak.
4)   Berikan stimulus yang bermanfaat seperti berbincang bincang dengan klien.
5)   Pastikan persepsi pasien dan berikan umpan balik. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan , staf dan tindakan yan akan dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu.
c.       Rasional
1)   Fungsi serebral bagian  atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi dan oksigenasi.
2)   Informasi penting untuk klien. Semua sistem sensorik dapat terpengaruh yang melibatkan peningkatan  atau penurunan atau kehilangan sensasi.
3)   Membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami gangguandan mengidentifikasi tanda perkembangan terhadap peningkatan fungsi neurologis.
4)   Pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk menstimulasi klien dengan baik selama melatih kembali fungsi kognitifnya.
5)   Membantu klien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi.
7.  Diagnosa keperawatan: Kurang perawatan diri mandi berhubungan dengan kelemahan fisik.
a.      Tujuan
1)   Klien dapat menunjukan kegiatan mandi pada tingkat optimal yang diharapkan
2)   Menyebutkan perasaan nyaman dan kepuasan yang berhubungan dengan kebersihan tubuh
b.      Intervensi
1)   Observasi faktor penyebab.
2)   Berikan privasi selama mandi rutin
3)   Pertahankan lingkungan yang tenang
4)   Berikan alat mandi dalam posisi yang mudah dicapai.
5)   Berikan peralatan bantu yang diperlukan.
6)   Komunikasikan terhadap keluarga klien tentang kemampuan dan kemauan klien untuk belajar mandi.
c.       Rasional
1)   Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi yang tepat.
2)   Privasi akan mendorong klien maksimal untuk belajar.
3)   Lingkungan yang tenang akan mendorong proses pembelajaran.
4)   Memudahkan klien untuk menjangkau.
5)   Alat bantu mandi dapat memudahkan klien dan mencegah terjadinya injury.
6)   Meningkatkan kemandirian klien dan keluarga.
8.  Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan  krisis situasi, ancaman kematian.
a.      Tujuan
1)   Klien mampu memahami perasaannya.
2)   Klien mampu mengidentifikasi penyebab / faktor yang mempengaruhi.
3)   Menyatakan cemas berkurang.
b.      Intervensi
1)   Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan ataupun cemas.
2)   Observasi tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.
3)   Hindari konfrontasi.
4)   Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Berikan lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
5)   Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
6)   Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan kecemasannya.
7)   Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.

c.       Rasional
1)   Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya.
2)   Reaksi verbal/ nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
3)   Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
4)   Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
5)   Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
6)   Menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
7)   Memberikan waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan membentuk perilaku adaptasi. Adanya orang-orang terdekat seperti keluarga dan teman-teman yang dipilih klien dalam melayaniaktivitas dan pengalihan akan menurunkan perasaan terisolasi.






DAFTAR PUSTAKA

Sukarmin, R.Sujono.2013. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Komentar

  1. Lucky Club Casino Site Review, Bonuses and Games
    Lucky Club Casino is a popular online casino offering baccarat, luckyclub blackjack, roulette, baccarat, video poker, blackjack, roulette and live dealer

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Gangguan Menstruasi

Penatalaksanaan DM : Olahraga